pembangunan desa yang berkelanjutan

pembangunan yang berkelanjutan dapat diartikan secara luas sebagai kegiatan-kegiatan di suatu wilayah untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di masa sekarang tanpa membahayakan daya dukung sumberdaya bagi generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. tantangan pembangunan berkelanjutan adalah menemukan cara untuk meningkatkan kesejahteraan sambil menggunakan sumberdaya alam secara bijaksana.

arus globalisasi yang semakin kuat perlu diimbangi dengan kesadaran bahwa mekanisme pasar tidak selalu mampu memecahkan masalah ketimpangan sumberdaya. kebijakan pembangunan harus memberi perhaatian untuk perlunya menata kembali landasan sistem pengelolaan aset-aset di wilayah pedesaan. penataan kembali tersebut lebih berupa integrasi kepada pemanfaatan ganda, yaitu ekonomi dan lingkungan/ekosistem. walaupun wawasan agroekosistem merupakan sesuatu pengelolaan yang kompleks dan rumit, akan tetapi keberhasilannya dapat dilihat dan dirumuskan dengan melihat indikator-indikator antara lain: kontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan lokal, kontribusi terhadap keberlanjutan penggunaan sumberdaya alam, kontribusi terhadap peningkatan lapangan kerja, kontribusi terhadap keberlanjutan ekonomi makro, efektifitas biaya dan kontribusi terhadap kemandirian teknis.

empat aspek umum ciri-ciri spesifik terpenting mengenai konsep agroekosistem. empat aspek umum tersebut adalah: kemerataan (equitability), keberlanjutan (sustainability), kestabilan (stability) dan produktivitas (productivity). secara sederhana, equitability merupakan penilaian tentang sejauh mana hasil suatu lingkungan sumberdaya didistribusikan diantara masyarakatnya. sustainability dapat diberi pengertian sebagai kemampuan sistem sumberdaya mempertahankan produktivitasnya, walaupun menghadapi berbagai kendala. stability merupakan ukuran tentang sejauh mana produktivitas sumberdaya bebas dari keragaman yang disebabkan oleh fluktuasi faktor lingkungan. productivity adalah ukuran sumberdaya terhadap hasil fisik atau ekonominya.
dimasa yang akan datang, dalam konteks pembangunan pedesaan yang berkelanjutan, pengelolaan sumberdaya di desa haruslah dilaksanakan dalam satu pola yang menjamin kelestarian lingkungan hidup, menjaga keseimbangan biologis, memelihara kelestarian dan bahkan memperbaiki kualitas sumberdaya alam sehingga dapat terus diberdayakan, serta menerapkan model pemanfaatan sumberdaya yang efisien.

https://www.tokopedia.com/bungaslangkar

peran pemerintah desa dalam pelaksanaan pembangunan

dalam peraturan pemerintah nomor 72 tahun 2005 pasal 14 dan 15 disebutkan bahwa pemerintah desa atau tepatnya kepala desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. urusan pemerintahan yang dimaksud adalah pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan desa seperti pembuatan peraturan desa, pembentukan lembaga kemasyarakatan, pembentukan badan usaha milik desa, dan kerjasama antar desa. urusan pembangunan yang dimaksud adalah pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sarana dan prasarana fasilitas umum desa, seperti jalan desa, jembatan desa, pasar desa. urusan kemasyarakatan ialah pembedayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kesehatan, pendidikan, dan adat-istiadat.

khusus dalam pelaksanaan tugas dalam menyelenggarakan pembangunan, pemerintah desa juga dituntut untuk mengelolanya berdasarkan asas transparansi, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.

namun, pada kenyataannya dari hasil penelitian dan telaah data sekunder dalam pelaksanaan pembangunan pedesaan di kecamatan xxx tidak dilaksanakan berdasarkan asas transparansi, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. pembangunan pedesaan yang seharusnya dilaksanakan oleh lembaga pemberdayaan masyarakat (lpm) desa dengan melibatkan peran serta masyarakat ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya. kepala desa sendirilah yang melaksanakan pembangunan. keberadaan lpm ternyata hanya sebagai tukang tanda tangan dan stempel saja berkas pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan.

dominannya peran pemerintah desa, dalam hal ini kepala desa dalam pelaksanaan pembangunan pedesaan tentu tidak hanya melanggar essensi dari tujuan dilaksanakannya pembangunan pedesaan, yaitu mensejahteraankan masyarakat desa tetapi juga telah mengabaikan azas pelaksanaan pembangunan yaitu transparansi, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran yang telah digariskan dalam peraturan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa (permedagri nomor 37 tahun 2007).

partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam pembangunan desa. karena proses pembangunan desa bukan hanya sebatas membangun prasarana fisik, tetapi proses pembangunan desa merupakan bagian dari pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat pedesaan.

menurut peters (1996), partisipasi dapat tumbuh subur pada tata pemerintahan yang lebih menekankan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan dibanding hirarki dan teknokrasi. kebijakan bukan persoalan teknis yang dapat diselesaikan secara teknokrasi oleh sekelompok orang yang dipercaya untuk merumuskannya, tetapi kebijakan merupakan ruang bagi teknokrat dan masyarakat untuk melakukan kerjasama dan menggabungkan pengetahuan. oleh karena itu dalam menetapkan kebijakan harus melibatkan pihak yang luas dan menjamin kepentingan stakeholders.

https://www.tokopedia.com/bungaslangkar




tentang pengawasan (2) : tujuan dan fungsi pengawasan

setiap pengawasan yang dilaksanakan pasti memiliki tujuan, adapun tujuan dari pengawasan menurut sukarno sebagai berikut :
a. untuk mengetahui apakah suatu kegiatan itu berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
b. untuk mengetahui dengan intruksi-intruksi dalam azas-azas yang telah diperintahkan.
c. untuk mengetahui kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan dalam pekerjaan atau bekerja.
d. untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan efektip atau efesien.
e. untuk mencari jalan menuju kearah perbaikan.
            (sukarno.1982 : 165).

dari uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa tujuan pengawasan yaitu harus mengetahui suatu kegiatan, intruksi, kesulitan-kesulitan dan untuk mencari kearah perbaikan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.

h. ibrahim lubis mengemukakan tentang fungsi pengawasan yaitu : ‘dalam setiap usaha pengawasan terdiri atas tindakan meneliti apakah segala sesuatu tercapai atau berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan berdasarkan intruksi-intruksi yang telah dikeluarkan, pengawasan bertujuan menunjukan atau merumuskan kelemahan-kelemahan agar dapat diperbaiki dan mencegah agar tidak terulang lagi kelemahan-kelemahan, kekurangan-kekurangan serta kesalahan pengawasan berpariasi terhadap segala hal baik terhadap benda, manusia dan lainnya” (h. ibrahim lubis. 1992 : 225).

dari pengertian yang dikemukakan oleh h ibrahim lubis tersebut jelas bahwa setiap usaha harus terdiri atas tindakan meneliti. apabila usaha pengawasan berjalan dengan rencana yang telah ditetapkan maka suatu kesalahan atau kekurangan pengawasan akan berkurang dan mencegah agar tidak terulang.

ketimpangan pembangunan antara wilayah


ketimpangan pembangunan antara daerah dengan pusat atau  antara wilayah dengan wilayah dalam daerah yang sama adalah merupakan hal yang seringkali terjadi. hal ini disebabkan adanya faktor endowment dan awal dari pelaksanaan pembangunan serta investasi. bagi daerah yang sudah terlebih dahulu membangun tentunya dapat lebih banyak menyediakan sarana dan prasarana, sehingga menarik minat investor untuk berinvestasi.

proses tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya ketimpangan pembangunan antarwilayah sebenarnya merupakan akibat dari adanya proses pembangunan itu sendiri. pengembangan ekonomi lokal bertujuan tidak hanya  untuk  memproduksi semata akan tetapi lebih pada aspek meningkatkan kemampuan dan partisipasi masyarakat dalam perekonomian daerahnya. dalam hal ini pengembangan ekonomi  lokal  adalah upaya menciptakan lapangan kerja  baru yang secara konseptual merupakan  fungsi bagaimana komunitas membangun kesempatan ekonomi yang cocok dengan dengan sumber daya alam, sumber daya manusia dan institusinya yang tersedia.

aspek pemberdayaan dan partisipasi masyarakat menjadi kekuatan utama sehingga menempatkan masyarakat sebagai prioritas pertama dalam pelaksanaan pemberdayaan yang ditujukan kepada  pelaku ekonomi tertinggal yang tidak mempunyai akses terhadap sumber daya ekonomi terutama modal, sumber daya alam dan teknologi  yang menyebabkan lemahnya  kemampuan daya saing keakses pusat pertumbuhan, pemasaran dan sarana pemasaran. kondisi demikian secara umum banyak dijumpai pada masyarakat perdesaan, sehingga konsep pemberdayaan lebih cepat diperuntukkan bagi masyarakat perdesaan. hal ini membutuhkan keseimbangan dan peningkatan keterkaitan antarsektor dalam wilayah melalui kebijakan pembangunan yang dilakukan.

keberhasilan pembangunan pada hakekatnya ditentukan oleh potensi sumber daya alam yang tersedia, prasarana yang telah dibangun, kebijakan pembangunan yang dilakukan dan kemampuan sumber daya manusia masing-masing daerah. pemusatan pembangunan prasarana dan sarana menjadikan peluang pembangunan usaha menjadi tidak berimbang. perbedaan peluang usaha itu mempengaruhi minat investor untuk menanamkan modalnya di daerah. akibatnya persebaran penanaman modal menjadi tidak merata, dan ini menyebabkan perputaran kegiatan ekonomi dan peningkatan kemakmuran penduduk antardaerah menjadi tidak seimbang. hal ini juga menyebabkan perkembangan kota mengalami perbedaan, sehingga kota-kota disusun berdasarkan hierarkhi fungsionalnya masing-masing.

pengorganisasian ruang melalui sistem kota-kota dapat berfungsi untuk menjembatani antardesa dan kota dengan harapan memperkecil perbedaan peluang usaha dengan dasar aspek fungsional antarwilayah kecamatan. berdasarkan kondisi tersebut maka perlu dicarikan alternatif untuk menekan munculnya ketimpangan antarwilayah. aternatif yang diambil harus memuat suatu konsep pemerataan dalam pertumbuhan.

salah satu pendekatan yang diperkirakan dapat menjawab permasalahan tersebut adalah pengembangan kecamatan sebagai pusat pertumbuhan. kecamatan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dimaksudkan :

  1. meningkatkan kapasitas daerah dalam melaksanakan pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat. memperkecil perbedaan peluang usaha antara desa dan kota dengan menempatkan masyarakat sebagai prioritas pertama dalam pelaksanaan pemberdayaan yang ditujukan kepada  pelaku ekonomi tertinggal yang tidak mempunyai akses terhadap sumber daya ekonomi terutama modal, sumber daya alam dan teknologi  yang menyebabkan lemahnya  kemampuan daya saing ke akses pusat pertumbuhan. kondisi demikian banyak dijumpai di masyarakat perdesaan, sehingga konsep pemberdayaan lebih tepat diperuntukan bagi masyarakat perdesaan;
  2. memberikan gambaran sebenarnya tentang spesialisasi keunggulan dari tiap wilayah kecamatan. 

untuk mengetahui kecamatan-kecamatan yang dapat dikategorikan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, digunakan metode analisis scalogram dengan mengukur fasilitas ekonomi, fasilitas sosial dan fasilitas pemerintahan yang tersedia di tiap kecamatan. setelah diperoleh  kecamatan pusat pertumbuhan dipergunakan analisis model gravitasi untuk mengetahui daerah sekitar atau  hinterland dari masing-masing kecamatan pusat tersebut dengan didasari besar dan kapasitas dari kecamatan pusat pertumbuhan dan berbanding terbalik dengan jarak.

untuk mengetahui sektor atau subsektor unggulan dari masing-masing kecamatan dipergunakan analisis location quotient (lq), karena kapasitas daerah dapat tumbuh tidak saja karena daerah itu mampu mencukupi kebutuhanya sendiri tetapi juga ditentukan seberapa besar kemampuan daerah tersebut dalam memenuhi permintaan dari luar daerah. sebagai pemegang otoritas kebijakan paling besar di daerah, kebijakan pembangunan yang diambil oleh pemerintah daerah dapat lebih terarah sesuai dengan kharakteristik dan potensi yang dimiliki masing-masing kecamatan.

hambatan dalam partisipasi masyarakat


hambatan yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari faktor dari dalam masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi, maupun faktor dari luar masyarakat (eksternal) yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada. kemampuan masyarakat akan berkaitan dengan stratifikasi sosial dalam masyarakat. menurut max weber dan zanden (1988), mengemukakan pandangan multidimensional tentang stratifikasi masyarakat yang mengidentifikasi adanya 3 komponen di dalamnya, yaitu kelas (ekonomi), status (prestise) dan kekuasaan.

kelas (ekonomi) akan membedakan kelompok masyarakat satu dengan yang lain apabila ditinjau dari tingkat pendapatan dan kekayaan. status bergantung pada keberadaan bagaimana seseorang dilihat atau dinilai. sedangkan kekuasaan menurut thio (1989) adalah kemampuan seseorang untuk meminta orang lain melakukan sesuatu yang tidak dapat dikerjakan olehnya. biasanya yang lebih banyak kekayaannya, maka akan lebih besar kekuasaan yang dimilikinya.

stratifikasi masyarakat tersebut akan menyebabkan terbentuknya kelas-kelas sosial dalam masyarakat yang akan mempengaruhi perilaku tolong menolong yang menjadi jiwa partisipasi. faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. faktor internal
untuk faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan pekerjaan dan penghasilan (slamet, 1994:97). secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi (slamet, 1994:137-143).

menurut plumer (dalam suryawan, 2004:27), beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah:

  1. pengetahuan dan keahlian. dasar pengetahuan yang dimiliki akan mempengaruhi seluruh lingkungan dari masyarakat tersebut. hal ini membuat masyarakat memahami ataupun tidak terhadap tahap-tahap dan bentuk dari partisipasi yang ada;
  2. pekerjaan masyarakat. biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan dapat lebih meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. seringkali alasan yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan antara komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi;
  3. tingkat pendidikan dan buta huruf. faktor ini sangat berpengaruh bagi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada. tingkat buta huruf pada masyarakat akan mempengaruhi dalam partisipasi;
  4. jenis kelamin. sudah sangat diketahui bahwa sebagian masyarakat masih menganggap faktor inilah yang dapat mempengaruhi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan akan mempunyai persepsi dan pandangan berbeda terhadap suatu pokok permasalahan;
  5. kepercayaan terhadap budaya tertentu. masyarakat dengan tingkat heterogenitas yang tinggi, terutama dari segi agama dan budaya akan menentukan strategi partisipasi yang digunakan serta metodologi yang digunakan. seringkali kepercayaan yang dianut dapat bertentangan dengan konsep-konsep yang ada.

menurut sastropoetro (1985:20), faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, kedudukan sosial dan percaya terhadap diri sendiri, penginterpretasian yang dangkal terhadap agama, kecenderungan untuk menyalah artikan motivasi, tujuan dan kepentingan organisasi penduduk yang biasanya mengarah kepada timbulnya persepsi yang salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk seperti halnya terjadi di beberapa negara dan tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan.

b. faktor-faktor eksternal
menurut sunarti (dalam jurnal tata loka, 2003:9), faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan stakeholder, yaitu semua pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program ini. stakeholder kunci adalah siapa yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna kesuksesan program. pengaruh bertitik tolak kepada bagaimana kewenangan atau kekuatan pengaruh stakeholder tersebut, pentingnya bertitik tolak pada permasalahan, kebutuhan dan kepentingan stakeholder yang menjadi prioritas dalam program.

menurut sunarti (dalam suryawan 2004:29), menjelaskan tentang hambatan-hambatan yang dapat ditemui dalam pelaksanaan partisipasi oleh masyarakat yang bersangkutan, antara lain adalah sebagai berikut:

  1. kemiskinan. hambatan ini dapat merupakan faktor yang mendasar karena dengan kemiskinan seseorang akan berpikir lebih banyak untuk melakukan sesuatu yang mungkin saja tidak menguntungkan bagi diri atau kelompoknya;
  2. pola masyarakat yang heterogen. hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya persaingan dan prasangka dalam sistem masyarakat yang ada;
  3. sistem birokrasi. faktor ini dapat dijumpai di lingkungan pemerintahan. seringkali birokrasi yang ada melampaui standar serta terpaku pada prosedur formal yang komplek.

menurut loekman sutrisno (dalam suparjan dan hempri suyatno, 2003:56-57) mengungkapkan beberapa hal yang menyebabkan terhambatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan yaitu; pertama, belum ada satu kesepahaman konsep partisipasi oleh pihak perencana dan pelaksana pembangunan. definisi yang berlaku di lingkungan perencana dan pelaksana pembangunan, partisipasi diartikan sebagai kemauan rakyat untuk mendukung secara mutlak program-program pemerintah yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh pemerintah.

hambatan kedua adalah reaksi balik yang datang dari masyarakat sebagai akibat dari diberlakukannya ideologi developmentalisme di negara indonesia. pengamanan yang ketat terhadap pembangunan menimbulkan reaksi balik dari masyarakat yang merugikan usaha membangkitkan kemauan rakyat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. sedangkan kendala yang akan dihadapi dengan pendekatan partisipasi ini menurut parwoto (dalam sunarti, 2001:44) adalah:

  1. diperlukan perubahan sikap pemerintah dan para profesional dari penyedia (provider) menjadi enabler, hal ini seringkali membutuhkan waktu yang lama;
  2. tata administrasi pada suatu pembangunan seringkali kurang mendukung pendekatan partisipatif (pelibatan masyarakat);
  3. perlu unsur pendamping yang profesional untuk mengisi kelemahan kaum awam (masyarakat) dalam pelaksanaan suatu program pembangunan.
https://www.tokopedia.com/bungaslangkar


sekedar coretan saja : peran pemerintah desa


peran pemerintah desa dalam pembangunan pedesaan ditempatkan pada posisi yang tepat. pemerintah diharapkan berperan dalam memberi motivasi, stimulus, fasilitasi, pembinaan, pengawasan terhadap pembanguan pedesaan.

untuk kepentingan dan tujuan tertentu, intervensi pemerintah terhadap pembangunan desa dapat saja dilakukan setelah melalui kajian dan pertimbangan yang matang dan komprehensif. intervensi yang dimaksudkan di sini adalah turut campur secara aktif dan bertanggungjawab pemerintah dalam proses pembangunan desa. meskipun pemerintah melakukan intervensi terhadap proses pembangunan tertentu, pemerintah desa tidak boleh mengabaikan potensi desa, jangan sampai masyarakat hanya diposisikan sebagai penonton.

keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam pembangunan desa. karena proses pembangunan desa bukan hanya sebatas membangun prasarana dan sarana yang diperlukan, tetapi proses pembangunan desa merupakan bagian dari pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat pedesaan.

https://www.tokopedia.com/bungaslangkar

tujuan dan fungsi pengawasan


setiap pengawasan yang dilaksanakan pasti memiliki tujuan, adapun tujuan dari pengawasan menurut sukarno sebagai berikut :
a. untuk mengetahui apakah suatu kegiatan itu berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
b. untuk mengetahui dengan intruksi-intruksi dalam azas-azas yang telah diperintahkan.
c. untuk mengetahui kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan dalam pekerjaan atau bekerja.
d. untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan efektip atau efesien.
e. untuk mencari jalan menuju kearah perbaikan.
        (sukarno.1982 : 165).

dari uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa tujuan pengawasan yaitu harus mengetahui suatu kegiatan, intruksi, kesulitan-kesulitan dan untuk mencari kearah perbaikan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan. h. ibrahim lubis mengemukakan tentang fungsi pengawasan yaitu : “dalam setiap usaha pengawasan terdiri atas tindakan meneliti apakah segala sesuatu tercapai atau berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan berdasarkan intruksi-intruksi yang telah dikeluarkan, pengawasan bertujuan menunjukan atau merumuskan kelemahan-kelemahan agar dapat diperbaiki dan mencegah agar tidak terulang lagi kelemahan-kelemahan, kekurangan-kekurangan serta kesalahan pengawasan berpariasi terhadap segala hal baik terhadap benda, manusia dan lainnya” (h. ibrahim lubis. 1992 : 225).

dari pengertian yang dikemukakan oleh h ibrahim lubis tersebut jelas bahwa setiap usaha harus terdiri atas tindakan meneliti. apabila usaha pengawasan berjalan dengan rencana yang telah ditetapkan maka suatu kesalahan atau kekurangan pengawasan akan berkurang dan mencegah agar tidak terulang.

https://www.tokopedia.com/bungaslangkar

tentang pengawasan


pengawasan merupakan salah satu fungsi dari manajemen. oleh karena itu pengawasan sangat diperlukan pada setiap kegiatan. pengawasan tersebut keberadaannya tidak lepas dari fungsi manajemen lainnya, seperti perencanaan, pengorganisasian dan penggerakan, keberadaannya saling mempengaruhi dan saling berkaitan dikarenakan kelancaran didalam pencapaian tujuan tidak mungkin terjadi kalau hanya menggantungkan pada satu fungsi manajemen saja.

pengawasan yang terlaksana dengan baik akan menimbulkan pelaksanaan pekerjaan yang baik,  sehingga pencapaian tujuan organisasi akan berjalan dengan baik pula. pengawasan dapat mengatasi rintangan atau hambatan yang dihadapi sehingga  dapat teratasi. siagian memberikan definisi tentang pengawasan dalam bukunaya “filsafat administrasi ”sebagai berikut : “proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya” (siagian, 1990 : 107 ).

jika diperhatikan secara cermat dan teliti definisi yang dikemukakan oleh siagian ini hanya dapat diterapkan bagi pengawasan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang sedang berjalan, tidak dapat diterapkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakaan. menurut handayaningrat dalam bukunya “pengantar studi ilmu administrasi dan manajemen” pengawasan sebagai berikut : “pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan sesuai dengan rencana, perintah , tujuan atau kebijaksanaan yang telah diberikan. jelasnya pengawasan harus berpedoman kepada rencana yang telah diputuskan, tujuan dan kebijakan yang telah ditentukan sebelumnya” (handayaningrat  1985 : 143 )

dari pengertian yang dikemukakan oleh handayaningrat tersebut bahwa pengawasan sangat penting dilakukan dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. apabila suatu organisasi dalam melaksanakan kegiatan tidak melakukan pengawasan dengan baik, maka dapat menyebabkan timbulnya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan pekerjaan yang dapat akhirnya akan menghambat keberhasilan dalam pencapaian tujuan maupun program yang telah ditentukan sebelumnya.

pemberdayaan masyarakat


masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki perasaan sama atau menyatu satu sama lain karena mereka saling berbagi identitas, kepentingan-kepentingan yang sama, perasaan memiliki, dan biasanya satu tempat yang sama (suriadi, 2005: 41). menurut kodratnya, manusia tidak dapat hidup menyendiri, tetapi harus hidup bersama atau berkelompok dengan manusia lain yang dalam hubungannya saling membantu untuk dapat mencapai tujuan hidup menurut kemampuan dan kebutuhannya masing-masing atau dengan istilah lain adalah saling berinteraksi.

pp no. 72 tahun 2005 tentang desa pemberdayaan masyarakat memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi dan prioritas kebutuhan masyarakat.

menurut ketaren (2008: 178-183) pemberdayaan adalah sebuah ”proses menjadi”, bukan sebuah ”proses instan”. sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu: tahap pertama penyadaran, pada tahap penyadaran ini, target yang hendak diberdayakan diberi pencerahan dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai ”sesuatu’, prinsip dasarnya adalah membuat target mengerti bahwa mereka perlu (membangun ”demand”) diberdayakan, dan proses pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka (bukan dari orang luar). setelah menyadari, tahap kedua adalah pengkapasitasan, atau memampukan (enabling) untuk diberi daya atau kuasa, artinya memberikan kapasitas kepada individu atau kelompok manusia supaya mereka nantinya mampu menerima daya atau kekuasaan yang akan diberikan. tahap ketiga adalah pemberian daya itu sendiri, pada tahap ini, kepada target diberikan daya, kekuasaan, otoritas, atau peluang, namun pemberian ini harus sesuai dengan kualitas kecakapan yang telah dimiliki mereka.

membicarakan konsep pemberdayaan, tidak dapat dilepas-pisahkan dengan konsep sentral, yaitu konsep power (daya). menurut suriadi (2005: 54-55) pengertian pemberdayaan yang terkait dengan konsep power dapat ditelusuri dari empat sudut pandang/perspektif, yaitu perspektif pluralis, elitis, strukturalis, dan post-strukturalis.

  1. pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif pluralis, adalah suatu proses untuk menolong kelompok-kelompok masyarakat dan individu yang kurang beruntung untuk bersaing secara lebih efektif dengan kepentingan-kepentingan lain dengan jalan menolong mereka untuk belajar, dan menggunakan keahlian dalam melobi, menggunakan media yang berhubungan dengan tindakan politik, memahami bagaimana bekerjanya sistem (aturan main), dan sebagainya. oleh karenanya, diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat untuk bersaing sehingga tidak ada yang menang dan kalah. dengan kata lain, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk mengajarkan kelompok atau individu bagaimana bersaing di dalam peraturan. 
  2. pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif elitis adalah suatu upaya untuk bergabung dan mempengaruhi para elitis, membentuk aliansi dengan elitis, melakukan konfrontasi dan mencari perubahan pada elitis. masyarakat menjadi tak berdaya karena adanya power dan kontrol yang besar sekali dari para elitis terhadap media, pendidikan, partai politik, kebijakan publik, birokrasi, parlemen, dan sebagainya. 
  3. pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif strukturalis adalah suatu agenda yang lebih menantang dan dapat dicapai apabila bentuk-bentuk ketimpangan struktural dieliminir. masyarakat tak berdaya suatu bentuk struktur dominan yang menindas masyarakat, seperti: masalah kelas, gender, ras atau etnik. dengan kata lain pemberdayaan masyarakt adalah suatu proses pembebasan, perubahan struktural secara fundamental, menentang penindasan struktural. 
  4. pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif post-strukturalis adalah suatu proses yang menantang dan mengubah diskursus. pemberdayaan lebih ditekankan pertama-tama pada aspek intelektualitas ketimbang aktivitas aksi; atau pemberdayaan masyarakat adalah upaya pengembangan pengertian terhadap pengembangan pemikiran baru, analitis, dan pendidikan dari pada suatu aksi. 


perencanaan partisipatif


partisipasi dapat diartikan sebagai suatu proses keikut sertaan, keterlibatan dan kebersamaan warga, baik sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi yang didasari oleh kesadaran warga masyarakat itu sendiri bukan dengan paksaan dari pihak-pihak tertentu.

hetifa sj sumarto ( 2003 ) menyebutkan partisipasi sebagai proses ketika warga, sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kebijakan-kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka.

partisipasi atau keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan sangat diharapkan dalam mendukung pelaksanaan pembangunan. menurut siagian (1983:42), partisipasi diartikan sebagai keterlibatan mental dan emosional seseorang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk bergabung bagi tercapainya tujuan – tujuan kelompok dan ikut bertanggungjawab terhadap kelompoknya. dari definisi – definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi adalah segala kegiatan yang dilakukan seseorang atau kelompok untuk mengembangkan energi, mental, dan perasaan dalam situasi di mana kelompok mendorong mereka untuk mencapai tujuan bersama dan bertanggungjawab terhadap kelompoknya dengan harapan akan dapat bermanfaat dengan apa yang mereka perbuat.

mekanisme perencanaan pembangunan daerah

https://www.tokopedia.com/bungaslangkar

proses perencanaan yang digunakan di indonesia saat ini seperti yang terdapat dalam undang – undang nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional adalah memakai sistem dan mekanisme 2 (dua) arah yaitu bottom up dan top down planning. perencanaan dari bawah (bottom up planning) dimaksudkan sebagai cerminan aspirasi masyarakat sedangkan perencanaan dari atas dimasudkan sebagai penjabaran kebijakan pemerintah dari tingkat atas di daerah.

secara rinci parwoto (1997), membedakan kedua pola pendekatan perencanaan dari atas dan dari bawah sebagai berikut (lihat petrus, 2002:14).

  1. perencanaan dari atas (top down planning), yaitu perencanaan yang segala keputusan penting dan jenis kegiatan program telah ditentukan pemerintah. posisi masyarakat dalam hal ini hanyalah sebagai penerima. adapun ciri – cirinya sebagai berikut : petugas perencana sudah menentukan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan menetapkan cara – cara dalam menangani masalah tersebut, di samping itu mengambil keputusan – keputusan penting untuk menyusun rencana pemecahan masalah serta menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan masyarakat untuk melaksanakan rencana kegiatan tersebut.
  2. perencanaan dari bawah (bottom up planning), merupakan perencanaan yang dihasilkan dari tingkat masyarakat. adapun ciri – ciri perencanaan ini sebagai berikut : masyarakat merumuskan sendiri persoalan yang dihadapi dan bersedia mengambil sikap dan tindakan untuk mengatasinya serta menentukan cara menangani persoalan tersebut. di samping itu masyarakat mampu menetapkan sumber daya yang dapat dialokasikan untuk memecahkan persoalan tersebut dan memutuskan rencana dan program pelaksanaan untuk mencapai tujuan pemecahan persoalan tersebut. mekanisme proses perencanaan di indonesia secara konseptual sudah diarahkan pada sistem perencanaan dari bawah, pada umumnya yang dikaitkan dengan konsep p5d (pedoman perencanaan pelaksanaan pengendalian dan pengawasan pembangunan daerah) dan konsep p3md (perencanaan partisipatif pembangunan masyarakat desa). dari mekanisme perencanaan pembangunan ini terlihat bahwa disamping perencanaan pembangunan yang berasal dari pemerintah juga dilakukan perencanaan yang merupakan hasil pembahasan dari tingkat desa yang merupakan kesepakatan antara pemerintah bersama masyarakat.